Minggu, 29 November 2009

Belok kanan Amsterdam, kiri Tanggul Rejo

Syawal kaget ketika aku tiba-tiba tertawa terbahak setelah Ia belok kiri. Aku merasa sangat lucu dengan plang di atas jalan yang kami lewati. Belok kanan Amsterdam, London, Paris. Belok kiri Tanggul rejo . “ Seperti negeri ini Wal, paradoks


Ini kisah ketika aku mengadakan perjalanan dari Marabahan ke Bontang, Kalimantan Timur, dengan Joly Jumper, motor Honda Astrea Grand tahun ’97, yang namanya mencaplok dari motor sejenis milik temanku Daud, terinspirasi dari kuda milik penembak wild wild west yang lebih cepat dari bayangan, Lucky Luck.
Dengan modal duit seadanya plus sedikit kenekatan, jalan sepanjang 700 km menunggu. Tidak ada tujuan khusus, just for fun.
Alkisah, semua ini diawali dari kebosanan karena masa liburan mengajar selama bulan Ramadhan 1430 H, yang artinya sebulan penuh, lebih malah. Setelah seminggu libur, tiba-tiba saja meledak keinginan di kepalaku untuk pergi jalan-jalan, daripada mati bosan. Ke Bontang mendatangi Robby, karibku di Marabahan yang kini tinggal di sana. Yang menunda keberangkatanku, hingga terasa makin panjang hari-hari, adalah soal uang, gajian masih empat hari lagi mangg........!!
Jadilah, tepat sehari setelah gajian, sesudah ganti oli dan menyervis Joly, lonely journey is began. Pagi jam tujuh, berangkat dengan ransel terikat di boncengan, dan sebuah senapang angin rusak, titipan Robby.
Tidak ada yang spektakuler dari kisah perjalanan ini. Semuanya berjalan lancar. Melewati jalan tanah yang baru dibangun dari Marabahan langsung memotong ke Rantau, hingga bisa menyingkat waktu sampai tiga jam, jika melewati Banjarmasin. Istirahat sembahyang zohor di kota Rantau.
Jam empat sore aku sudah memasuki perbatasan Kalsel-Kaltim. Setelah Joly gemetaran mendaki Gunung Rambutan, berbuka puasa di mesjid Desa Long Lait. Jam sembilan malam, di penyeberangan Fery Panajam, menelpon Syawal. Memasuki kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Kurang lebih jam sepuluh malam aku sudah di rumah Syawal, karibku di Mapala, semasa kuliah. Spidometer Joly menunjukkan 500 km sudah terlalui.
Mendengar rencanaku langsung melanjutkan ke Bontang esok pagi, malam itu Syawal mengajak aku jalan-jalan, mengenalkan Balikpapan. Dimulai dari sebuah taman di pusat kota. Kami duduk di cafe tenda menghabiskan dua cangkir capuccino instan. Membakar berbatang-batang rokok. Sambil mengomentari gadis-gadis dengan model termutakhir yang sedang nongkrong bersama gengnya, ribut membicarakan entah apa.
Kata Syawal, mereka ada disini sih karena diskotik lagi tutup, selama bulan puasa. Katanya lagi, mungkin ada tuh yang bispak (bisa pakai)..., ajippp bener dah...., mau....?
Lalu kami berputar kota, kaya walaupun kecil, kalo dibanding Banjarmasin. Dengan mall, hotel, dan apartemen yang sewanya mencapai ratusan juta. Maklum, kota minyak.
Memasuki sebuah komplek pasar, adalah memasuki nuansa Eropah abad pertengahan. Dimulai dari gerbang, kemudian bangunan toko, taman dan jalan yang didesain dengan nuansa eropah, macam kastil pangeran di film kartun Rafunzel.
Pun nama blok yang digunakan, blok paris, amsterdam, london, dst. Pertanyaanku, mana yang nuansa kaltim-nya, dijawab syawal dengan singkat, “ kadada. ” weleh...... sambil terkagum-kagum karena mereka mampu membangun ini.
Di ujung Blok, Syawal kaget ketika aku tiba-tiba tertawa terbahak setelah Ia belok kiri. Aku merasa sangat lucu dengan plang di atas jalan yang kami lewati. Belok kanan Amsterdam, London, Paris, dst. Belok kiri Tanggul rejo . “ Seperti negeri ini Wal, paradoks. ”
Aku langsung ingat ketika zaman kuliah, waktu KBU diundang oleh BP7 di aula walikota Banjarmasin. Aku datang mewakili bersama Barak. Dengan sandal jepit beda warna, jeans butut potongan jadul yang sudah dua minggu tidak dicuci, baju hem outdoor yang nasipnya sama, dan rambut keriting gondrong yang tidak jelas menganut gaya apa.
Isinya ternyata ceramah tentang Pancasila, sebagai dasar yang paling tepat untuk negeri ini. Karena pancasila sudah mencakup semuanya. Baik moral, hukum dan agama, tinggal mengamalkan saja.
Tokoh masyarakat yang lain, waktu itu ada banyak ketua RT, tokoh agama, dan beberapa tetua, menanggapi dengan pengamalan yang salah lah, kurang mengerti agama lah sehingga bangsa ini carut marut dan diturunkan azab, kebetulan waktu itu setelah kejadian tsunami Aceh. Sampai seorang kawan dari BEM Hukum menanggapi dengan Pancasila yang diplesetkan. Mendengar itu, kepala BP7, saya lupa namanya, nampak marah ketika menanggapi.
Entah kebetulan atau tidak, saya menanggapi pembicaraan itu sebagai penutup. Saya katakan bahwa agama atau idiologi apapun untuk bangsa ini bukan soal, asalkan pemimpinnya bisa menunjukkan empati pada rakyatnya. Soal pancasila yang diplesetkan, hanya bentuk pelampiasan kekecewaan atas keadaan yang saling bertolak belakang antara pemimpin dan rakyat, jadi bapak tidak perlu marah soal itu.
Ketika rakyat di suruh hemat energi, mesin mobil pa atasan tidak pernah mati kalo menunggu bos, takut mobilnya jadi panas kalo dimatikan mesinnya, karena AC ngga bisa nyala. Dan masih banyak contoh lain yang menggambarkan itu. Bla bla bla masih banyak lagi saya bicara, lupa detilnya.....
Setelah selesai, kepala BP7 itu langsung mendatangi saya yang duduk di paling sudut ruangan, menyalami sampai tangan saya terasa sakit. Memandang saya dengan tajam, entah dia bicara apa, lupa. Saya sampai merasa tubuh saya mengkeret, sambil berdoa, mudahan saya jangan jadi korban penculikan, wkwkwkwkwkw, gayyyaaaa....!!!
Kenapa kamu ketawa, tanya syawal, bukankah itu harusnya menyedihkan. Entahlah brow..., mungkin otakku mengandung penyakit apatis dan sinis yang mulai akut.
Begitulah pikiranku waktu itu, mungkin bangsa ini sedang berkembang melompati satu tahap langsung menuju keruntuhan, bukan kemajuan, seperti seharusnya. Di tengah kota yang seharusnya keliatan jiwa kaltimnya, malah berasa sedang jalan-jalan di Eropah, walaupun rasanya asyem. Budaya asli berada di dimpang kiri yang jarang dipilih. ( Syawal dan semua orang Balikpapan kalo kebetulan baca, jangan marah ya... kota kalian hebat kog, ini hanya pikiran orang kurang kerjaan aja... hehe.... )
Itu sudah semuanya, besoknya, setelah berangkat jam sembilan siang, melewati Samarinda tengah hari, jam tiga sore aku memasuki kota Bontang. Setelah membakar 12 liter bensin, here I am, in Bontang. Kotanya PT Badak Ngl dan Pupuk Kaltim. Spidometer menunjukkan 700 km sekarang.
Joly Jumper memang luar biasa. Walau cuma 100 cc, bolak balik Marabahan-Bontang, 1400 km, dengan 24 liter bensin, melewati jalan turun naik dan berliku tanpa rewel sedikitpun. Cheerssssssss.......!