Selasa, 03 Agustus 2010

Pendidik Yang Ideal

Disadur dari buku : Gus Fadil Bertututur, oleh : K.H. Zainal Arifin Thoha. sub bab : Pendidik Yang Ideal
Bagaimana seharusnya seorang pendidik yang ideal? Itu juga yang selalu menjadi pertanyaan saya ketika kini harus bekerja sebagai seorang guru.
Dalam Kitab Ihya Ullumuddin-nya Imam Al ghazali, ada delapan kriteria pendidik yang ideal.
Pertama, ia berbelas kasih kepada murid muridnya, dan memperlakukan mereka sebagai anaknya sendiri. Selanjutnya perilaku ini menjadi wajib. Kiranya bagi yang sudah punya anak bisa mengkonversi dengan tepat pernyataan ini. Saya sementara membayangkan saja dulu, semoga secepatnya. Amin.
Kedua, meneladani rasullulah SAW, yaitu tidak meminta bayaran atas apa yang dilakukannya, kecuali dalam upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jika tidak bisa, setidaknya niatkanlah dengan dakwah dan taqarrub, tidak semata demi upah.
Ketiga, menasihati anak muridnya untuk mencari ilmu tidak untuk kepentingan duniawi, melainkan dalam upaya untuk taqarrub kepada allah SWT. Gejala umum yang terjadi sekarang adalah kita berusaha mengejar hanya kepintaran duniawi saja, terutama disekolah-sekolah umum.
Keempat, mencegah anak didik dari akhlak tercela dengan cara yang bijaksana.
Kelima, sesuai dengan bidangnya. Dalam arti jangan sampai seorang pendidik menjelaskan ilmu yang belum dikuasainya.
Keenam, mampu menjelaskan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas intelektual anak didiknya. Imam Ghazali mencuplik sebuah ungkapan hikmah ; “ takarlah setiap orang dengan takaran akalnya dan timbanglah ia dengan timbangan pemahamannya agar engkau selamat dan bermanfaat baginya. Jika tidak, maka terjadilah penolakan darinya karena perbedaan ukuran.”
Ketujuh, kepada murid yang masih terbatas kemampuannya, sebaiknya disampaikan hal yang jelas dan layak baginya. Dan tidak diungkapkan bahwa sebenarnya dibalik hal itu masih ada hal yang jauh lebih luas dan lebih dalam lagi.
Kedelapan, seorang guru hendaknya mengamalkan dan melaksanakan ilmunya. Sebab, ilmu hanya diketahui oleh mata hati, sedangkan amal dan perbuatan diketahui oleh mata fisik (indera penglihatan). Apabila amal atau perbuatan tidak sesuai dengan ilmu, maka kebenaran tidak akan tercapai. Firman Allah : “Hai orang orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S as-saffat [61] : 2-3).
Bisa saja kita perdebatkan apakah guru sebuah pekerjaan atau pengabdian. Karena kerja memerlukan upah, minimal sesuai tarif yang berlaku umum. Sedang pengabdian hanya memerlukan keikhlasan sebagai dasarnya. Dengan segala kerepotan seorang guru untuk mengurusi masalah masalah SK, kenaikan pangkat dan administrasi kepegawaian, maka saya harus menyebutnya, terutama untuk pribadi, sebagai pekerjaan.
Kenyataannya sekarang ini banyak guru yang tampaknya, mau tidak mau, harus menyampaikan sesuatu yang bukan keahliannya yang bahkan ia sendiri belum mampu mengerjakannya. Maka setidaknya berniatlah untuk mengerjakannya, jika tidak maka kita mesti jujur pada murid murid kita. Dan jika murid kita lebih mampu mengerjakannya, maka itu lebih baik.
Yang pasti, seorang pendidik yang ideal harus lebih banyak memberikan teladan dalam prinsip dan sikap hidupnya. Juga memberikan inspirasi dan motivasi ketimbang lebih banyak berteori dan mencela, bahkan tidak menghargai yang dididiknya.
Semoga kita, setidaknya salah satu saja, dari delapan kriteria guru ideal-nya Imam Al Ghazali. Amin.

Tidak ada komentar: